kurikulum, riwayatmu kini

SEJARAH KURIKULUM DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Dalam perjalanan sejarah, kurikulum pendidikan nasional kita telah mengalami perubahan, dimulai dari kurikulum 1947, kurikulum 1952, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004, dan kurikulum 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan oleh kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis disertai berbagai inovasi sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Semua perubahan kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perubahan kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita.
Perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan seperti  berikut ini.

1. Kurikulum 1947
Kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism, bertujuan untuk membentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Hal yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik, karena pendidik dibebani kesibukan menulis rincian mengenai apa yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Karakteristik Kurikulum 1975 adalah (Depdikbud, 1978):
a. Menganut pendekatan berorientasi tujuan-tujuan. Ini berarti bahwa setiap guru harus mengetahui secara jelas tujuan yang harus dicapai oleh para murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
b. Menganut pendekatan integratif dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan-tujuan yang lebih akhir.
c. Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum ini tidak hanya dibebankan kepada bidang pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya melainkan juga kepada bidang pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Sejarah, Geografi. Ekonomi) dan Pendidikan Agama.
d. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, daya dan waktu yang tersedia pada jam-jam sekolah hendaknya dimanfaatkan begi kegiatan-kegiatan belajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang tidak mungkin dilakukan di luar situasi sekolah (guru-murid, serta fasilitas dan media pendidikan).

6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengutamakan penerapan pendekatan proses (process skill approach), tetapi faktor pencapaian tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi peserta didik ditempatkan sebagai subjek belajar, mereka digiring untuk melakukan berbagai keterampilan proses (dari keterampilan proses dasar sampai kepada keterampilan proses terintegrasi) melalui “Cara Belajar Peserta didik Aktif (CBSA) atau    Student Active Leaming (SAL). Kurikulum 1984  berorientasi kepada tujuan instruksional dengan berdasar pada pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai peserta didik.
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
a) Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1984
            Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi  kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum               pendidikan dasar dan menengah.
(2) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
(3) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
(4) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
(5) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
(6) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
b) Pokok Kurikulum 1984
(1) Ciri-ciri Kurikulum 1984
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
(b) Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
(c) Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
(d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
(e) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semi abstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
(f) Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar-mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
(2) Kebijakan Dalam Penyusunan Kurikulum 1984
Kebijakan dalam penyusunan Kurikulum 1984 adalah sebagai berikut :
(a) Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti
Kalau pada Kurikulum 1975 terdapat delapan pelajaran inti, pada Kurikulum 1984 terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata pelajaran yang termasuk kelompok inti tersebut adalah : Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia, Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris, Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Sejarah Dunia dan Nasional.
(b) Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
(c) Perubahan program jurusan
Kalau semula pada Kurikulum 1975 terdapat 3 jurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa, maka dalam Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A dan B
Program A terdiri dari :
 A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika
A2, penekanan pada mata pelajaran Biologi
 A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya
Sedangkan program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengngat program B memerlukan sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk sementara ditiadakan.
(d) Pentahapan waktu pelaksanaan
Kurikulum 1984 dilaksanakan secara bertahap dari kelas I SMA berturut tahun berikutnya di kelas yang lebih tinggi.


7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilakspeserta didikan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi peserta didik untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
a) Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1994
Adapun yang menjadi latar belakang diberlakukanya kurikulum 1994 adalah sebagai berikut :
(1) Bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang.
(2) Bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan, diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pentelenggaraan pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan.
(3) Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
b) Pokok Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.
(1) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
(2) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
(3) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
(4) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
(5) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
(6) Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
(7) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.
(1) Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
(2) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu
(1) Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
(2) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
(3) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
(4) Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
(5) Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikan dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.


8. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran yang berorientasi kepada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara individual maupun klasikal.
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Depdiknas, Tahun 2004).
Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.(Depdiknas, Tahun 2004).

9. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh peserta didik hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah pendidik lebih diberikan kebebasan untuk merencpeserta didikan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi peserta didik serta kondisi di mana sekolah berada. Hal ini disebabkan oleh karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. 

Adapun perbandingan KBK 2004 dan KTSP 2006 diantaranya adalah sebagai berikut:
ASPEK KURIKULUM 2004 KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum
• Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
• UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
• UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
• PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan • UU No. 20/2003 – Sisdiknas
• PP No. 19/2005 – SPN
• Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
• Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan
2. Implementasi / Pelaksanaan Kurikulum
• Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
• Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
• Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003.
• Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidikan yang Dianut
 • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
4. Sifat
 (1)• Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan
• Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat
(2) • Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur)
 • Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan
• Berbasis Kompetensi
• Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian • Berbasis Kompetensi
• Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
Melalui implementasi  KTSP  diharapkan agar fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud. Pada pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UUSP Tahun 2003) dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berkenaan fungsi dan tujuan pendidikan nasional kita, pada bagian “penjelasan” UUSPN Tahun 2003 tercantum Visi dan Misi pendidikan nasional sebagai bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan. Adapun  Visi Pendidikan Nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebaga pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan Misi Pendidikan Nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan (5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka cukup beralasan jika semua oknum yang terlibat langsung dalam pengelolaan sistem pendidikan harus melakukan berbagai inovasi dalam melakspeserta didikan tugas dan tanggung jawabnya. Inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru tersebut dapat berupa hasil invensi atau discoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Udin Syaefudin Sa’ud, 2009).











DAFTAR PUSTAKA
Dakir, Perencanaan & Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Djumhur , Dana saputra, Sejarah Pendidikan. Jakarta: 1961
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sekolah Menengah Pertama). Semarang: Dinas Pendidikan, 2006
Republik Indonesia, Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah 2004 (Standar Kompetensi). Jakarta: Departemen Agama, 2004
Republik Indonesia, Kurikulum Sekolah Dasar 1975. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978
Republik Indonesia, Rentjana Pendidikan Taman Kanak2 dan Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar/Prasekolah Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudajaan, 1964
Republik Indonesia, Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2003
Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2009
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/16/134-pengertian-kurikulum-lengkap/ Rabu 06/04/2011 14:17
http://rositaoktavianirusma.blogdetik.com/2009/11/07/sejarah-kurikulum-indonesia/, 5/4/2011.
Nasution, Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmers, 1982.
Zein, Muhammad, Asas dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1991