This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 14 Desember 2011

Remidial kelas XII IPA

             
Siswa yang belum remedial + nilai akhir yang kemudian diremidial lagi

Kelas XII IPA 1

1.        Alif Rahmat Firdaus
2.      Cici Piyan Yustira
3.       Dewi Gita Sandra
4.      Dian Lestari
5.      Dwi Ayuni
6.      Muh Nafis

Kelas XII IPA 2

1.        Almusawir
2.      Gaby Anisa Utami
3.       Iqbal Dwi Cahya
4.      M. Saefulrohman
5.      M. Fadhil

Kelas XII IPA 3
1.        Heni Kusdiana
2.      Kenardi Dewanto
3.       Surya Agung (kognitif+psiko)
4.      Tria Elsa
5.      Wisagiansyah

Note: diharapkan kehadirannya, besok hari kamis pukul 10.00
thanks

Senin, 12 Desember 2011

sastra lisan baridin dari cirebon

1.       Sastra lisan yang saya temukan di daerah saya sendiri yaitu Cirebon adalah cerita Baridin, yang tokohutamanya adalah Baridin dan Ratminah.
Sastra lisan merupakan karya sastra yang dapat kita temukan dalam masyarakat. Sastra lisan merupakan karya sastra yang beredar di masyarakat atau diwariskan secara turun-menurun dalam bentuk lisan. Dalam hal ini, sastra lisan dapat disebut sebagai folklor. Folk merupakan sebuah komunitas masyarakat tertentu yang memiliki ciri-ciri dan budaya yang sama. Sedangkan lore merupakan sebagian kebudayaan masyarakat yang disampaikan secara turun-menurun dalam bentuk lisan. Jadi, folklor atau sastra lisan adalah suatu kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu yang diperoleh secara turun-temurun dari mulut ke mulut secara lisan.
Berikut intisari dari cerita Baridin :
Baridin adalah penduduk desa yang miskin yang memiliki pekerjaan sebagai tukang cangkul. Dia mencintai seorang kembang desa yaitu Ratminah yang terlahir dari keluarga yang kaya. Suatu hari dia mengungkapkan rasa cintanya pada Ratminah, tapi apa yang didapatkannya? Sebuah penolakan dan penghinaan yang keluar dari mulut Ratminah untuk Baridin karena merasa dirinya tidak pantas bersanding dengan Ratminah.
Baridin pun kecewa. Dengan rasa kecewanya itu, ia pergi ke suatu daerah dan melaksanakan  puasa dan semedi selama 40 hari 40 malam lamanya, mati geni dan mengamalkan ajaran jaraan goyang.  Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Baridin melaksanakan kemat jaran goyang yang ditujukan kepada Ratminah agar Ratminah mau menerima dirinya. Kemat itu sangat manjur,  Ratminah kemudian sangat menjadi sangaat mencintai Baridin. Dia lalu mencari-cari Baridin hingga kemanapun dia berada, hingga dirinya menjadi hilang ingatan.
(cerita lengkapnya ada di bagian lampiran)

2.       Hubungan timbal  balik sastara lisan dari Cirebon “Baridin” dengan masyarakat sekitar:
Karya sastra hadir sebagai refleksi kehidupan masyarakat. Karya sastra merupakan cermin dari masyarakat yang akan terus mewakili situasi dan keadaan sekitarnya. Karya sastra yang bagus adalah karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya. Sehingga karya sastra itu sebagi dokumen yang dapat dilihat dan dinikmati sepanjang zaman. Oleh karena itu karya sastra harus berkembang sesuai dengan keinginan masyarakat sebagi pembaca dan konsumen sastra, hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Suwardi Edraswara (2004 : 77) kehidupan social akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya. dan juga dikatakan oleh Junus (1988:3) karya sastra dilihat sebagi dokumen sosiobudaya suatu masyarakat pada masa tertentu.
            Dalam sosio budaya sastra menurut Sapardi Djoko Damono (1979:2) ada dua kecendrungan yang utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama pendekatan ini bergrerak dari factor-faktor diluar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam dalam hubungannya dengan factor-faktor diluar sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap utama, hanya merupakan epiphenomenon(gejala kedua).
     Cerita Baridin mengisahkan bagaimana kehidupan orang yang bersetatus social tinggi. Dan bagaimana kehidupan orang yang bersetatus social rendah. Keduanya bertemu dan menimbulkan rasa cinta Baridin kepada Ratminah yang secara status social berbeda, kemudian yang akan timbul adalah problem social dalam kehidupan mereka.
             Dalam drama baridin yang diambil dari kehidupan masyarakat Cirebon memperlihatkan fakta dari sebuah kehidupan. Sebagai mana yang di ungkapkan oleh Nyoman Kutha Ratna ( 2003 : 48) unit-unit wacana dalam dalam fiksi pun mesti dipahami sebagai wacana social, bukan rekaan pengarang belaka, yang sama sekali terlepas dari akar sosialnya.
    Dalam realitas kehidupan, cerita Baridin sangat popular di masyarakat Cirebon. Hal ini dapat terlihat ketika ada sebuah keluarga yang melaksanakan hajatan, mereka menampilkan drama ini ditengah-tengah masyarakat dapat menunjukkan status sosialnya dalam masyarakat tersebut.  Menurut pendapat masyarakat sekitar,  jika si empunya hajat menampilkan sandiwara tradisinal masyarakat tersebutberarti keluarga tersebut memiliki status social yang tinggi dalam lingkungan masyarakat sekitarnya. 
     Cerita rakyat masyarakat Cirebon, Baridin ini memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakatnya. Cerita ini diangkat dari kejadian nyata yang terjadi di masyarakat, yang terus akan dikenang sebagai pelestarian budaya Cirebon, sehingga selalu dijadikan icon masyarakat Cirebon sepanjang masa, karena tokoh yang diangkatnya pun berangkat dari kehidupan masyarakat miskin yang ada di kota Cirebon.

3.       Bagaimana keterkaitan antara sastra lisan yang anda tuangkan dengan sosiologi sastra menurut Rene Welk?
 Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami dan dianfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia tidak terikat oleh status social tertentu. Sastra adalah lembaga social yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan social sastra menampilkan gambaran kehidupan dalam kehidupan itu sendiri adalah kenyataan social.
Wellek dan Warren (1976) membahas hubungan sastra dan masyarakat sebagai  berikut:
Literature is a social institution, using as its medium language, a social creation. They are conventions and norm which could have arisen only in society. But, furthermore, literature ‘represent’ ‘life’; and ‘life’ is, in large measure, a social reality, eventhough the natural world and the inner or subjective world of the individual have also been objects of literary ‘imitation’. The poet himself is a member of society, possesed of a specific social status; he recieves some degree of social recognition and reward; he addresses an audience, however hypothetical. (1976:94).
Senada dengan pernyataan diatas, Damono (2003:1) mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu.
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 2003:3).
Sosiologi adalah telaah tentang lembaga dan proses sosial manusia yang objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi, agama, politik dan lain-lain — yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial— kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.
Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat.
Pendekatan sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sastra dan landasannya adalah gagasan bahwa sastra merupakan cermin zamannya. Pandangan tersebut beranggapan bahwa sastra merupakan cermin langsung dari berbagai segi struktur sosial hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain. Dalam hal itu tugas sosiologi sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayal dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal usulnya. Tema dan gaya yang ada dalam karya sastra yang bersifat pribadi itu harus diubah menjadi hal-hal yang bersifat sosial.
          Mencermati uraian diatas karya sastra itu pasti berhubungan dengan masyarakat dan dalam hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Rene Welk dan Austin Waren (1995: 111) sosiologi sastra dapat diklasifikasikan pertama adalah sosiologi pengarang, profesi pengarang dan institusi sastra. Masalah yang berkaitan disini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang social, status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagi kegiatan pengarang diluar karya sastra. Yang kedua adalah isi karya sastra, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah social. Yang ketiga adalah permasalahan pembaca dan dampak social karya sastra.
Damono (1987 : 6) mengunkapkan bahwa sosiologi pada hakikatnta mencari ilmu bagaimana masyarakat itu dimungkinkan, bagaimana masyarakat itu berlangsung dan bagaimana masyarakat itu tetap eksis. Dengan mempelajari lembaga-lembaga social disegala permasalahan, seperti perekonomian, politik, keagamaan bisa diketahui gambaran tentang cara-cara manusia mennyesuaikan diri dengan lIngkungannya. Proses sosialisasi, proses perbudayaan yang menempatkan anggota masyarakat ditempatnya masing-masing.
             Seperti halnya sosiologi sastra pun berurusan dengan manusia dalam masyarakat yaitu bagaimana usaha manusia untuk beradaptasi dengan ligkungan masyarakat ia tingal dan upaya apa yang dilakuakan manusia untuk meguah masyarakat itu. Oleh karena itu dalam hal isi atau problema antara sosiologi dan sastra tidak ada edanya. Konsentrasinya tetap pada masyrakat sebagi obyak kajianya.
Jadi kesimpulan yang bisa ditarik sosiologi dalah suatu ilmu yang konsentrasinya pada masyarakat sedangkan sastra itu sendiri dalam reaksinya pengarang tidak bisa melepaskan diri dari lingkungan masyarakat dimana dia berada.
 Dengan demikian, antara sastra lisan “Baridin” dengan sosiologi sastra sangat berkaitan karena cerita tersebut muncul dari kehidupan masyarakat Cirebon itu sendiri, dimana pengarang mengejewantahkannya lewat sandiwara lisan yang dipentaskan dan dipadukan dengan gaya tarling yang lekat dengan nyanyian, music dan bahasa Cirebon yang kental yang amat lekat dengan masyarakat Cirebon.
4.       Muatan-muatan yang terdapat dalam sastra lisan cerita dari Cirebon “Baridin”.
                Interaksi sosial dalam karya sastra lisan cerita Baridin sebagai pengejawantahan dunia nyata yang diimajinasikan dalam pementasan sandiwara tradisional akan sama dengan interaksi sosial pada hubungan kemanusiaan dalam kehidupan nyata, yakni adanya motif yang muncul ketika manusia berinteraksi. Dalam karya sastra lisan, motif-motif tersebut akan tergambar melalui interaksi yang dilakukan para tokohnya. Menurut Pramono (1986), interaksi sosial dalam kehidupan manusia, bersifat natural (alamiah) sehingga motif yang terjadi dapat mencakup muatan dan motif psikologis, ekonomis, status sosial, dan agamis.
Muatan-muatan yang terdapat dalam sastra lisan cerita dari Cirebon “Baridin” adalah :
1.       muatan psikologis yaitu perasaan cinta yang tinggi dari Baridin kepada Ratminah yang terhalang oleh status social.
2.       Muatan ekonomis yaitu  menilai seseorang dari segi materi, materi kadang bisa membuat orang lupa, lupa akan pribadi yang baik yang  dimiliki seseorang.
3.       Muatan status social yaitu kisah cinta antara orang yang berstatus rendah  kepada orang yang memiliki status social tinggi sehingga menimbulkan banyak konflik di dalamnya.
4.        Muatan agamis yaitu kisah cinta yang terhalang factor ekonomi, status social menyebabkan seseorang nekad mencari cara yang tidak dihalalkan oleh agama yaitu ngemat yang ditujukan kepada seseorang sehingga menimbulkan dampak yang kurang baik bagi orang lain hingga menyebabkan hilang akal sehatnya.
5.       Nilai-nilai social yang bisa dipetik dari cerita ini adalah :
a. Sudah menjadi kodrat, jika cinta itu tidak bisa dipaksakan oleh siapapun.
b. Seseorang yang berniat baik pun akhirnya bisa berbuat nekat, karena pada  dasarnya kesabaran manusia itu ada batasnya, dan hanya orang-orang yang selalu berpikiran jernih yang bisa memanfaatkan keterbatasan kesabaran yang dimilikinya.


SUMBER RUJUKAN
1.     
2.       Buku rujukan:
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:    Depdikbud.
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai Post   Modernisme. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yoyakarta: Pustaka Pelajar.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Putaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austi Warren. 1989. Teori Kesusastraan. ab Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.




Lampiran :
1.       CD sandiwara Cirebon “Baridin”
2.       Cerita Baridin hasil terjemahan dari internet melalui situs http//www.rf12undertoll.blogspot.com
“Baridin” karya H.Abdul Ajib
Tokoh :
1.       Baridin (Juju Panjalu)
2.       Suratminah (Hj. Uun Kurniasih)
3.       Bapak Dam (Wa Kolor)
4.       Mbok Wangsi (Eti Karniti)
5.       Gemblung (Bujal Sial)
6.       Tukang Palak (Tota S)
Alkisah, Jagapura nama sebuah kampung pesisir pantai di Cirebon, tinggallah seorang pemuda bernama Baridin, ia tidak tampan tidak juga buruk rupa, penampilannya biasa-biasa saja, ia bukan pengangguran tetapi tidak memiliki pekerjaan kesehariannya hanya dihabisnya melamun, bermain-main dipesisir menghabiskan waktu. namun dia memiliki kharisma yang membuat setiap gadis dikampungnya menyukai dirinya, karena Baridin pemuda yang pandai dalam memainkan alat musik suling dan kitar.

Seperti biasa setiap sore hari Baridin selalu memainkan alat musiknya di pesisir pantai utara, dia memiliki seorang kawan karib bernama Gemblung, bersama Gemblunglah Baridin menghabiskan hari-harinya, sifatnya yang ramah yang membuat Baridin disegani pemuda-pemuda lain dan disukai gadis-gadis kampungnya, tetapi sayangnya Baridin dibenci oleh para orang tua, para orang tua gadis-gadis itu takut bahkan selalu memperingatkan anak gadisnya untuk tidak terlalu akrab dengan Baridin.

Baridin sendiri telah mengetahui bahwa dirinya tidak disukai para orang tua gadis dikampungnya, tetapi sikapnya yang masa bodo dan selalu ramah terhadap sesama semakin membuatnya jadi idola, sebenarnya diam-diam Baridin telah menyimpan rasa pada seorang gadis di kampungnya, gadis itu bernama Ratminah, Ratminah putri tunggal seorang tulak yang sawahnya berbahu-bahu, Bapa Dam dan Mbok Wangsih itu adalah panggilan orang-orang kampung kepada orang tua Ratminah, Bapa Dam dan Mbok Wangsih memanglah orang yang disegani orang-orang, tetapi bukan karena sifatnya yang baik, mereka disegani karena perangainya yang sombong, berbeda sekali dengan Ratminah putrinya yang ramah dan sangat merakyat.

Bapa Dam bukan sekali dua kali menasehati Baridin untuk tidak mendekati putrinya, namun Baridin tidak bergeming pada pendiriannya, Baridin bukannya tidak punya telinga dan tidak punya otak, hanya saja pendirian Baridin yang tetap ngotot, ia tidak peduli orang tua Ratminah bicara apapun tentangnya, yang dipikirannya hanya Ratminah, dan Ratminah pun ternyata membalas rasa cinta Baridin.

Singkat kisah, Baridin dan Ratminah pun saling memadu kasih, walau tanpa sepengetahuan kedua orang tua Ratminah, Bapa Dam dan Mbok Wangsih. Orang-orang kampung sudah mengetahui hubungan mereka yang sudah kian dekat, orang-orang kampung merestui hubungan keduanya bahkan mereka menutup-nutupi hubungan mereka dari pantauan Bapa Dam dan Mbok Wangsih.

Namun naas kabar kedekatan Baridin dan Ratminah akhirnya sampai juga ketelinga Bapa Dam dan Mbok Wangsih, malang tak dapat disanggah untung tak dapat diraih, saat Baridin dan Ratminah sedang duduk-duduk berdua di pinggiran tambak, Bapa Dam beserta Istrinya Mbok Wangsih tiba-tiba datang dan menghardik, Ratminah bergetar seluruh tubuhnya ia sendiri ditarik paksa oleh Mbok Wangsih, tidak cukup sampai disitu Baridin pun harus menerima kenyatan dihujat habis-habisan oleh Bapa Dam,

“Hei Baridin, kamu itu dungu apa tuli, apa otakmu sudah tidak bisa berpikir lagi, sudah berulangkali aku peringatkan, jangan pernah dekati Ratminah.”

“Kenapa tidak boleh, kami saling menyayangi?” Baridin memotong ucapan Bapa Dam.

“Apa Baridin, coba kamu ulangi sekali lagi ucapanmu, berani benar kamu berbicara begitu, tidak sadarkah kamu sedang berhadapan dengan siapa? Baridin, sekali lagi kuperingatkan, jangan pernah lagi kamu dekati putriku, dasar pengangguran, hidup luntang lantung kayak pengemis, dan kamu ngomong soal sayang padaku tadi, o..o tidak Baridin, kamu hanya akan menyengsarakan anakku saja, dan ingat Baridin !! Ratminah bulan depan akan ku kawinkan dengan Putera Juragan Tulak dari Seberang. Kami orang terpandang di kampung ini, tidak sembarang orang bisa masuk dalam kehidupan kami. Awas sekali lagi kamu nekat mendekati Rahminah, Hekk.” Sambil menggariskan telunjuknya dileher.
Singkat cerita baridin meminta kepada ibunya untuk melamar si ratminah tapi lamaran ibu baridin di tolak mentah mentah pleh org tua ratminah dan ibu baridin di perlakukan dng tidak hormat hanya karna ibu baridin orang miskin.

Baridin hanya bisa tertunduk lesu, hatinya berkecamuk, disatu sisi ia ingin melawan tetapi disisi lain Baridin merasa memang dirinya tidak pantas untuk bisa bersanding dengan Ratminah, hari-hari Baridin kini dihabiskan dengan melamun sepanjang hari, orang-orang hanya bisa mengasihani melihat keadaan Baridin, mereka memaklumi mengapa Baridin menjadi seperti itu tetapi apa daya, orang-orang kampung pun selama ini menggantung hidupnya dari Bapa Dam, mereka menjadi buruh di sawah dan tambak milik Bapa Dam.

“Din, rasa sayangmu pada Ratminah, rupanya sudah mentok sampai ke ubun-ubun, awas Din jangan sampai lepas dari ubun-ubun, kalau lepas bisa-bisa kamu gila.” Gemblung mencoba menghibur Baridin.

“Din, sebagai sahabatmu aku turut prihatin, tapi Din, kamu tidak bisa selamanya seperti ini, Din kalau kamu memang benar-benar cinta dan sayang pada Ratminah, pergilah ke seberang sana, disana ada seorang pertapa yang kesaktiannya tidak diragukan lagi, semoga beliau bisa menolongmu.”

Baridin bangun dari tempat duduknya, “Mblung, malam ini juga aku akan temui pertapa itu, Juragan yang sombong ingat ini aku Baridin, jangan pernah salahkan aku karena anakmulah yang tergila-gila padaku.” Tatapan yang nanar penuh kesumat, lalu Baridin pun pergi.

“Din, tunggu.” Gemblung coba mencegah, namun sia-sia.

Baridin sudah membulatkan tekad dalam hati bahwa dirinya harus bisa mendapatkan Ratminah bagaimanapun caranya, bila dirinya tidak bisa mendapatkan Ratminah, maka orang lain pun tak akan pernah bisa memilikinya.

Setelah berjalan sehari semalam menembus alas yang luas, disiang yang terik dan dimalam yang dingin, akhirnya Baridin sampai disebuah Goa, Baridin belum tahu berapa lama lagi dirinya harus berjalan untuk bertemu Pertapa sakti itu, karena hari sudah mulai malam maka Baridin memutuskan beristirahat di dalam Goa tersebut, ia mengambil air dari mata air yang mengalir di sekitar Goa, disaat Baridin sedang menikmati air untuk melepas dahaga dirinya merasa ada seseorang yang menguntitinya, Baridin pun sontak berkata.

“Siapa gerangan sebenarnya yang menguntit ku, jika kau bangsa manusia keluarlah, jika kau bangsa jin, maka sampaikan maksud kedatanganku kepada pertapa sakti bahwa aku sedang membutuhkan pertolongannya.”

Tiba-tiba Goa bergetar,

“Hei Baridin, berani sekali kamu datang ketempatku, akulah orang yang kamu cari, aku telah tahu apa maksud kedatanganmu, aku bisa membantumu asal kau bisa menjalankan syarat-syaratnya.” Suara itu lalu menghilang. Baridin lalu menundukan badannya, “baik eyang saya akan menuruti segala perintah eyang, asalkan hajat saya dapat terkabul.” Jawab Baridin.

“Dengarkan baik-baik, kamu harus tapa geni di Goa ini selama 40 hari 40 malam, sambil merapalkan mantera pengasihan ini Baridin.” Terdengar kembali suara tanpa sosok di dalam Goa.

Baridin menghening, lalu terdengar …


“Niat ingsun ngemat ceg si ajiku semar mesem grajag grejeg klyue ki semar ireng, aji pengasian kang ora ono tombone ora ono wong bagus jobo aku, ora bisa turu yen durung ketemu aku, yen ketemu turu tange’no yen ketemu tange’ adegno, yen ketemu ngadeg lako’no, urung mlungkung kurun edan lan gendeng yen durung ketemu aku, sido atot katut manuk perkutut si jabang bayine, kun fayakuun saking kersaning gusti allah.”


Baridin mendengar dengan sangat seksama, dan dirinya merasa telah bisa untuk mengamalkannya, “Baik eyang, saya akan penuhi syarat dari eyang.”

“Bagus Baridin, dihari ke empat puluh mu nanti, orang yang kamu tuju akan sangat tergila-gila padamu, jika tidak percaya coba buktikan, di 3 hari pertama kamu amalkan mantera ini, orang yang kamu tuju akan selalu gelisah, dan jika disertai dengan dendam kesumat dalam mengamalkan ajian ini, maka kurang dari 7 hari kamu amalkan mantera ini, orang yang dituju bisa bisa lupa ingatan dan hanya akan menyebut-nyebut namamu.” Suara itu lalu menghilang.

Baridin pun lalu mengambil posisi untuk memulai merapal mantera, sementara itu dikampung orang-orang sibuk hilir mudik mempersiapkan segala macam kebutuhan hajatan, karena seminggu lagi Bapa Dam akan menikahkan Ratminah putrinya.

Orang-orang kampung akhirnya mulai menyadari bahwa Baridin telah tiada diantara mereka, dalam benak mereka saling bertanya satu sama lain, kemanakah Baridin, mereka hanya berpikir mungkin Baridin sedang menenangkan pikiran, dan mencoba untuk mulai membiasakan diri menjauh dari Ratminah, dan sangat tidak mungkin Baridin ada disini untuk bisa melihat kenyataan Ratminah bersanding dengan pemuda lain.

Hari kedua sudah Baridin jalani dan dirinya masih khusyuk merapal mantera dalam tapa geninya, matanya terpejam mulutnya tertutup rapat, hanya hati dan pikirannyalah yang hidup, tertuju pada satu tujuan.

Ratminah,

Dan malam ini orang-orang kampung sedang bersenang-senang, karena Bapa Dam menyewa Sintren 3 hari 3 malam berturut-turut sebelum perayaan perkawinan Ratminah, tetapi Ratminah sendiri menangis tersedu-sedu didalam kamarnya, tangisnya terdengar oleh Mbok Wangsih, Mbok Wangsih pun kebingungan melihat tingkah Ratminah yang menjadi tertutup dan lebih senang berdiam diri, sesekali menangis sendiri, lalu tersenyum-senyum. Keadaan ini membuat Bapa Dam dan Mbok Wangsih resah, dan malam ini adalah malam terakhir Ratminah dalam asuhan Bapa Dam dan esok ia sudah harus dikawinkan berarti Ratminah akan dibawa ke seberang bersama suaminya, akan tetapi keadaan Ratminah semakin kacau, ia masih sesegukan, pelan, sangat pelan suara tangisnya.

Didalam Goa, Baridin semakin Khusyuk merapal mantera, ini adalah malam ke 7 nya, tidak bergeming sedikitpun dari posisi semula, fikiran tetap tertuju pada Ratminah, dan Baridin mulai merasa bahwa Ratminah mulai merasakan efek manteranya, ingin ia sudahi, tetapi kini timbul sifat serakah dihatinya Baridin tidak hanya puas telah membuat Ratminah menggilainya, tetapi juga dendamnya semakin membara dihatinya ia membayangkan Bapa Dam yang menghinanya dan dirinya menginginkan agar Bapa Dam bisa bersembah memohon ampun padanya.

Sudah beberapa orang pintar yang didatangkan oleh Bapa Dam dan Mbok Wangsih demi mengembalikan keadaan Ratminah Putrinya, tetapi setiap orang pintar yang dipanggil hanya bisa menggelengkan kepala, dan memberi jawaban yang sama, hanya orang yang telah mengerjainya yang bisa menyembuhkannya, rencana perkawinan pun gagal.

Bapa Dam dan Mbok Wangsih mulai berpikir tentang Baridin, dirinya sadar Baridinlah yang telah membuat putrinya menderita, Bapa Dam lalu memerintahkan orang-orangnya untuk mencari dimana Baridin, tetapi 2 minggu sudah mereka mencari namun pulang dengan tangan hampa.

Selama ini Bapa Dam menutup-nutupi keadaan Ratminah yang menderita kelainan jiwa, namun akhirnya orang-orang kampung mengetahui keadaan tersebut, dan gemparlah seluruh kampung mengetahui kabar bahwa Ratminah gila. Bapa Dam tidak dapat menutupi rasa malunya, namun dirinya tidak pernah merendahkan diri dan tetap meyombongkan diri, lama kelamaan seluruh harta Bapa Dam habis untuk membiayai pengobatan Ratminah, dan akhirnya Ratminah dibiarkan liar, kondisi mengharukan, disela bibirnya, terucap “ Kang Baridin.. Kang Baridin.” Orang-orang kampung tidak ada lagi yang mau berhubungan dengan Bapa Dam.

Bapa Dam kini tidak ubahnya sampah dimata orang-orang kampung Juragan Tulak yang sawah berbahu-bahu dan tambak berhektar-hektar kini telah melarat, Mbok Wangsih akhirnya meninggal setelah tidak mampu menerima kenyataan hidup yang pahit, Bapa Dam kini tertunduk ingin rasa dirinya meminta maaf pada Baridin, namun Baridin dirinya tidak tahu dimana.

38 hari sudah Baridin melaksanakan lelakunya, dirinya sudah mulai goyah, 38 hari tanpa makan dan air, hari ke-39 kondisi Baridin semakin lemah, tetapi dirinya masih merapalkan manteranya, dan bertepatan dengan tanggal 15 saat bulan sedang terang Baridin menyelesaikan rapalannya, dirinya tersenyum dan berkata “Ratminah, kematianlah yang akan menyatukan kita.” Karena kondisi fisik yang begitu lemah akhirnya Baridin menghembuskan nafas terakhir sesaat setelah amalan yang ia kerjakan selesai.

Selang beberapa hari setelah itu orang-orang kampung menemukan Ratminah pun meninggal.


Note
:
Makam Ratminah dan Baridin berada di Desa. Jagapura Kab. Cirebon

Makam Baridin sering dijadikan untuk ngalab berkah.

foto abdi

silabus MKU bahasa indonesia di UNIKU


SILABUS
BAHASA INDONESIA


LOGO Uniku

Oleh :
Desi Komalawati, S.S.


Jurusan                          : Sistem Informasi  S1
Kode Mata Kuliah       :  MKU 033
Semester                      :  Ganjil
Tahun Ajaran               :  2011 - 2012




FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KUNINGAN
2011



SILABUS

I.          Identitas Mata Kuliah
Mata Kuliah                               : Bahasa Indonesia
Kode Mata Kuliah                      : MKU 033
Bobot SKS                                : 3 SKS
Waktu pertemuan                        : 3 jam (1 pertemuan 100 menit)
Program Study                            : Sistem Informasi
Semester/ jenjang                         : 6 / S-1
Kelompok Mata kuliah                 : MKDU
Status Mata Kuliah                       : Wajib tempuh
Dosen                                          : Desi Komalawati, S.S.


II.        Tujuan Mata Kuliah

Mata kuliah bahasa Indonesia ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa tentang dunia kebahasaan dalam lingkup ilmiah, ragam kebahasaan dilihat dari segi  fungsi maupun kedudukannya. Selain itu dapat memberikan pengetahuan tentang kemampuan menulis dalam bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah. Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu mengetahui seluk-beluk bahasa yang digunakannya sehari-hari serta mampu untuk menulis karangan ilmiah.
Agar mahasiswa dapat membaca, menulis, dan menginterpretasikan data dan menarik simpulan . Selain itu juga mahasiswa  mampu mengenali sejarah dan perkembangan bahasa Indonesia, ragam bahasa, ejaan, pemakaian huruf, penulisan kata, bentuk, dan makna kata,  diksi, kalimat, alinea, dan topik serta tema.

III.      Deskripsi Mata Kuliah :
                Bahasa Indonesia merupakan mata kuliah dasar umum yang wajib harus diikuti oleh mahasiswa Universitas Kuningan (UNIKU) pada tahun ketiga. Mata kuliah ini merupakan mata kuliah dasar umum yang ditujukan untuk mengembangkan aspek kepribadian mahasiswa sebagai individu dan warga masyarakat.
Mata kuliah ini membahas (1) Fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia, (2) ragam bahasa Indonesia, (3) Bahasa Indonesia laras ilmiah, (4) bahasa Indonesia baku, (5) kalimat efektif, (6) jenis paragraph, (7) jenis karangan, (8) menulis artikel, dan (9) menulis karya ilmiah.  
Adapun indikator keberhasilan perkuliahan ini terkumpul sejumlah tulisan mahasiswa dalam bentuk  (1) makalah materi perkuliahan secara berkelompok, (2) mencari contoh wacana narasi, deskripsi, argumentasi, persuasi, dan eksposisi di media massa, (3) tulisan individu dalam portofolio  mengembangkan  5 jenis karangan dengan tema :
a.    Narasi : pengalaman sendiri atau orang lain,
b.    Deskripsi : tempat yang paling mengesankan dan bersejarah dalam hidup,
c.     Persuasi : menjadi mahasiswa yang kreatif dalam mengembangkan keilmuan di dunia perkuliahan,
d.    Argumentasi : prospek program study teknik computer dalam kehidupan di masyarakat








e.      Eksposisi : penggunaan IT di era global.
Dan (4) menulis artikel dengan tema “Menggali Potensi Daerah Masing-Masing” berdasarkan penelitian yang dilakukan, serta (5) menulisdan mengembangkan karya ilmiah berdasarkan laporan hasil penelitian.


IV.      Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan              : Pendekatan proses, Ekspositori, Copy the master, CTL
Metode                      : Ceramah, Tanya jawab, diskusi, kolabolarsi, pemecahan masalah
Tugas                           : makalah, seminar kelas, tulisan, artikel, karya ilmiah
Media                        : Portofolio, fotokopi dokumen otentik dari berbagai sumber, penelitian di lapangan, OHP, LCD, tugas bentuk power point.


V.        Evaluasi
·         Kehadiran
·         Makalah
·         Laporan buku (tulisan jenis karangan)
·         Artikel
·         Karya ilmiah
·         Penyajian dan diskusi
·         UTS
·         UAS


VI.      Materi Perkuliahan

Pertemuan ke
Pokok Bahasan dan sub Pokok Bahasan

1

1.         Tujuan mata kuliah
2.         Ruang lingkup mata kuliah
3.         Kebijakan pelaksanaan perkuliahan
4.         Kebijakan penilaian hasil belajar
5.         Tugas yang harus diselesaikan
6.         Buku ajar  yang digunakan dan sumber belajar lainnya
7.         Hal-hal lain yang esensial dalam pelaksanaan perkuliahan : hak dan kewajiban mahasiswa dan dosen


2

1.         Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
2.         Bahasa Indonesia Laras Ilmiah


3

1.         Ragam Bahasa Indonesia
2.         Ciri Bahasa Indonesia Baku


4

Sejarah dan Perkembangan Ejaan










5

Kuis : EYD, kata baku dan kata serapan, kesalahan umum pemakaian bahasa Indonesia,   ragam bahasa ilmiah, judul karya tulis, daftar pustaka


6

1.    Aspek mekanik,
2.     Kalimat Efektif dan penggunaannya


7

Ujian Tengah Semester


8

Pengembangan Paragraf


9

Mencari wacana di media massa


10

Menulis salah satu jenis wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi


11

Artikel


12

1.      Penelitian di Lapangan
2.      Menulis  artikel hasil penelitian dengan tema “ Menggali Potensi Daerah”


13

Mempresentasikan dan Mendiskusikan artikel hasil penelitian


14

Karya tulis ilmiah


15

Menyusun dan menulis karya ilmiah


16

Ujian Akhir  Semester



Kuningan, Oktober 2011
Dekan Ilmu Komputer                                                                               Dosen mata kuliah



Fahmi Yusuf, S.Kom., M.Kom.                                                                   Desi  Komalawati, S.S.